Kamis, 01 Oktober 2015

Mengenal Nama dan Sifat Allah




Maksudnya, kita beriman bahwa Allah memiliki nama-nama yang Dia telah menamakan diri-Nya dan
yang telah dinamakan oleh Rasul-Nya. Dan beriman bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang tinggi yang telah Dia sifati diri-Nya dan yang telah disifati oleh Rasul-Nya. Allah memiliki nama-nama yang mulia dan sifat yang tinggi berdasarkan firman Allah:

“Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik).”(QS TOHA 20:8)

Demikian, tiada yang dapat menyamai adanya Allah ta’ala :

(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.”(QS As Syuura 42:11)

Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS: Al-Hadid 57: 4).
Demikian halnya dengan beberapa dalil diatas, maka jelaslah (Shidiq) sudah, kalaulah “DIA” (Allah Ta’ala) selalu bersama kita dimanapun kita berada. Maksudnya adalah kita bersama dengan-Nya dalam kontek Qodrat dan iradat-Nya. Bukankah kalau di telaah dalam Sifat Wajib_Nya yang 20 (Dua puluh), terdapat banyak Sifat yang berpasang – pasangan.



QODRAT
:KUASA

QODIRAN
:YANG BERKUASA

IRADAT
:KEHENDAK

MURIDAN
: YANG BERKEHENDAK

ILMU
: TAHU

‘ALIMAN
: YANG MENGETAHUI

HAYAT
: HIDUP

HAYYAN
: YANG HIDUP

SAMA
: MENDENGAR

SAMI’AN
: YANG MENDENGAR

BASAR
: MELIHAT

BASIRAN
: YANG MELIHAT

KALAM
: BICARA

MUTAKALLIMAN
: YANG BICARA

Demikian Jelas (Shidiq) menurut sifat-sifat-Nya, kalaulah kita ini hidup, tapi jelas ada yang menghidupkan, kita ini bergerak, tapi ada yang menggerakan, kita ini mendengar, tapi ada yang mendengarkan, dan sebagainya. Dan semua merupakan kehendak dari_Nya. Kita hanyalah sebuah wayang, yang hidup dan dihidupkan bapak dalang_Nya. Semua itu haruslah kita sadari, dan kita dituntut untuk tahu agar kita dapat merasakan sendiri dari kebenaran ini, sehingga suatu saat kita mampu untuk “ASYHADU” dan bukan katanya lagi.

"Dengan-Ku dia mendengar, dengan-Ku dia melihat, dengan-Ku dia memukul, dengan-Ku dia berjalan." (Jami Ulum wal Hikam, 2/347)
Syekh Ibnu Utsaimin berkata dalam Majmu Fatawanya (1/145), "Anda dapat saksikan bahwa Allah Ta'ala telah menyebutkan adanya yang menyembah dan yang disembah, yang beribadah dan diibadahi, pencinta dan yang dicinta, yang meminta dan yang diminta, yang memberi dan yang diberi, yang memohon perlindungan dengan yang memberikan perlindungan. Hadits ini menunjukkan ada dua pihak yang berbeda, yang satu bukan yang lain. Jika demikian halnya, maka zahir sabda beliau, "Aku adalah pendengarannya dan penglihatannya, tangannya dan kakinya." Tidak menunjukkan bahwa sang pencipta adalah bagian dari makhluk, atau bagian dari sifatnya, maha suci Allah dari yang demikian itu. Akan tetapi, hakekat yang tampak dari hadits tersebut adalah bahwa Allah Ta'ala mengarahkan seorang hamba dalam pendengaran dan penglihatan dan pukulannya. Maka pendengarannya karena Allah Ta'ala dengan ikhlas dan memohon pertolongan kepada-Nya, mengikuti syariat dan ajarannya, demikian pula dengan penglihatannya dan jalannya.".




Alif = Hakikatnya Cahaya Merah
Lam (Awwal ) = Hakikatnya Cahaya Kuning
Lam (Akhir) = Hakikatnya Cahaya Putih
Ha = Hakikatnya Cahaya Hitam
Tasydid = Hakikatnya Johar Awwal

Cahaya yang tersebut di atas disebut dengan “ISMU DZAT” atau Asmanya Dzat, dan menurut ahli dzikir disebut dengan “LATIFAH”. Itulah tempat kembalinya kita semua, maka wajib hukumnya untuk diketahui oleh kita sejak dini.
Maka carilah tarekat yang bisa membukakan hijab atau penutup yang menyelubungi Dzat dan Sifat-Nya Allah Ta’ala, demikian juga hakikat dari Tasydid lafad Muhammad yang terdapat dalam diri ini. Karena itulah merupakan kunci untuk membuka hijab yang menyelubungi Dzat dan Sifat-Nya Allah Ta’ala, sehingga kita dapat menemukan-Nya, untuk dapat memenuhi kriteria , yaitu : “Kembalinya Rasa Jasmani yang sekarang sedang dipakai, kepada Rasa Ruhani dimana kita berada dalam “NURULLAH” (Johar Awwal)”. Sedang Kembali lagi Ke Asal yaitu : “Kembalinya Jasmani ke asalnya lagi yaitu menjadi Nur Muhammad atau kembali ke Cahaya yang 4 (empat) Jenis yang disebut juga intisari bumi / adam. Dan sewaktu waktu kita bisa kembali ke asal, maka kita bisa sempurna, artinya habis, bersih rasanya, sempurna jasmani dan rohaninya.

MENGENAL DZAT ALLAH TA’ALA

Bagaimana caranya kita mengenal Dzat Allah? Dimana? Kemana kita harus mencari Dzat Allah? Apakah harus ke Mekkah ataukah ke negeri Cina? Apakah sedemikian jauhnya Dzat Allah itu berada?
Bagi umat Islam sebagai bahan rujukannya adalah Al Qur’an dan hadits qudsy serta hadist Rosulullah SAW.

“Barang siapa mencari tuhan-Nya keluar dari dirinya sendiri, Maka jelas – jelas telah tersesat, tersesat yang sangatjauh.”
Karena sesungguhnya “DIA” adalah dekat :

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.
 (AL Qaf 50 : 16).”

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran .
(al-Baqarah 2:186).


“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” 
(QS: Fushshilat Ayat: 53)



“Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Ingatlah bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu.” 
(QS: Fushshilat Ayat: 54)



”Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kamu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”
 (QS At-Taubah 9:128)



“dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”
 (QS Ad Dzaritat 51:21)



“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.”
 (QS Al Anfaal 8:24)




“sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .”
(QS At Tien 95:4).



“Siapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal tuhannya”


“Barang siapa mengenal dirinya sendiri, maka ia akan mengenal tuhannya, dan barang siapa yang mengenal tuhannya, maka lidahnya akan kelu.”

Keterangan ulama mengenai hadits di atas, yaitu :
Ditanyai Ibnu Hajar al-Haitamy r.a. mengenai hadits ini : Siapakah yang meriwayatnya?. Beliau Ibnu Hajar al-Haitamy r.a, menjawab dengan perkataannya: “Hadits tersebut tidak ada asal baginya. Perkataan tersebut hanya dihikayah dari perkataan Yahya bin Mu’az al-Razy, seorang sufi. Maknanya adalah barang siapa yang mengenal dirinya dengan sifat lemah, membutuhkan, lalai, hina dan tidak tercapai maksud, maka akan mengenal tuhannya dengan sifat-sifat jalal dan jamal atas yang patut bagi kedua sifat itu, maka seorang hamba selalu melakukan muraqabah sehingga dibukakan kepadanya pintu musyahadahnya. (Ibnu Hajar al-Haitamy, al-Fatawa al-Haditsah, Darul Fikri, Beirut, Hal. 206)

Didalam al-Fatawa an-Nawawi disebutkan :
Apakah hadits ini tsabit atau tidak ? dan apa maknanya?”. Jawab : “Hadits itu tidak tsabit. Seandaipun tsabit, maknanya adalah barang siapa yang mengenal dirinya dengan sifat dha’if, berhajad kepada Allah Ta’ala dan ber’ubudiyah kepada-Nya, maka akan mengenal tuhannya dengan sifat Kuasa, Perkasa, Rububiyah, Sempurna Mutlaq dan sifat-sifat yang tinggi. Dan barang siapa yang mengenal tuhan dengan demikian, maka kelu lidahnya dari sampai kepada hakikat syukur dan puji kepada tuhannya, sebagaimana tersebut dalam hadits Shahih Muslim dan lainnya, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : “Maha Suci Engkau Ya Allah, tidak dapat aku hitung pujian atas-Mu sebagaimana pujian-Mu atas diri-Mu”. ( An-Nawawi, al-Fatawa, Hal. 136.)

Dalam mencari, mengenal adanya Dzat Allah, kita juga diberi petunjuk oleh Al-Qur’an , agar kita membaca kitab, bukan sekedar kitab yang sifatnya dapat rusak (Fana), karena Allah Ta’ala telahpun memberikan petunjuk lewat kitab yang langgeng adanya, sebagaimana Ayat dibawah ini :


"Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu".
(QS Al-Isra’ 17:14).

Karena dengan kitab yang terdapat dalam diri kita, kita bisa langsung merasakan Qudrat dan Iradat-Nya Allah Ta’ala. Kita bisa merasakan dengan jelas dan nyata akan Dzat-Nya yang bersemayam dalam diri kita.
Mengenal Allah ada 4 (empat) cara yaitu mengenal wujud Allah, mengenal Rububiyah Allah, mengenal Uluhiyah Allah, dan mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah.
Keempat cara ini telah disebutkan Allah di dalam Al Qur’an dan di dalam As Sunnah baik global maupun terperinci.
Ibnul Qoyyim dalam kitab Al Fawaid hal 29, mengatakan: “Allah mengajak hamba-Nya untuk mengenal diri-Nya di dalam Al Qur’an dengan dua cara yaitu pertama, melihat segala perbuatan Allah dan yang kedua, melihat dan merenungi serta menggali tanda-tanda kebesaran Allah seperti dalam firman-Nya:



“SeSngguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam terdapat (tanda-tanda kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memiliki akal.” 
(QS. Ali Imran 3: 190)

 



Ma’rifat kepada Allah Ta’ala adalah wajib hukumnya bagi setiap manusia yang Mukallaf. ( Mukallaf ialah orang yang berakal sehat dan telah baligh / telah berumur lima belas tahun atau telah mengeluarkan darah putih (air mani) meskipun dengan cara bermimpi bagi pria. Dan bagi wanita apabila telah berumur sembilan tahun, telah mengeluarkan darah haid atau telah mengeluarkan air mani, baik dengan cara persetubuhan suami istri atau dengan cara bermimpi.)

Sebagaimana Sabda Rosulullah SAW :

AWWALUD DIINI MA’RIFATULLAHI TA’ALA
Maksudnya : Awalnya Agama Adalah Mengetahui akan Allah Ta’ala

Sebabnya kita harus mengenal Allah Ta’ala terlebih dahulu dalam agama adalah, agar manusia dalam menjalankan ibadahnya dapat diterima oleh Allah Ta’ala.

Demikian halnya, maka amaliah haruslah beserta ilmunya, karena amaliah yang tidak diserati ilmunya adalah sia-sia belaka, dan tidak akan bermanfaat untuk bekal di akhirat, mungkin hanya bisa bermanfaat tatkala kita didunia saja.

  • Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang beramal tidak mengikuti perintah kami (sesuai Ilmunya), maka akan ditolak." (HR Muslim)
  • Imam Syafii berkata, "Setiap orang yang beramal tanpa ilmu, maka amalnya akan ditolak sia-sia." (Matan Zubad, juz I, hlm 2, Majallatul buhuts al-Islamiyah, juz 42, hlm 279).
  • Dalam kitab Zubad karangan Ibn Ruslan dikatakan:wa kullu man bi ghairi ilmin ya'malu // a'maluhu mardudatun la tuqbalu.
  • Setiap orang yang mengamalkan sesuatu tanpa ilmu // maka amalnya ditolak, tidak diterima. Itu namanya amal-amalan, bukan amal yang sesungguhnya.

Tapi dalam masalah ilmu, kita harus waspada dan hati-hati, jangan sampai kita keliru. Dan Ilmu sendiri adalah : “PENGETAHUAN”. Tapi bukan hanya kita harus tahu tentang hukum-hukum syara’ saja yang menjelaskan sah dan batalnya ibadah, tapi kita wajib mengetahui (MA’RIFAT) pula kepada Allah Ta’ala, dan Rosulullah. Sebab itu adalah diibaratkan sebuah tempat untuk menyimpan semua amal ibadah kita semua, sehingga tidak sampai tercecer.

Sebagai perumpamaan kita hidup dalam keseharian di dunia ini, setiap saat kita mengumpulkan barang-barang kebutuhan rumah kita baik untuk kebutuhan dan bahkan mempercantiknya, seperti meja, kursi, almari, dan sebagainya. Demikian halnya Ma’rifat kepada Allah Ta’ala, bagaikan kita memiliki rumah yang kokoh dan besar, dan amaliah di ibaratkan dengan barang barang yang kita kumpulkan dengan jerih payah kita, agar ianya bisa disimpan, ditempatkan pada tempat yang layak, agar kita bisa kerasan dalam menempati rumah kita tersebut.

Berbeda dengan kalau kita tidak memiliki rumah (tempatnya), sekalipun kita banyak memiliki barang-barang bagus, berkwalitas, dan mahal, tapi kita tidak memiliki tempat untuk menyimpannya. Dan tak mungkin kita menyimpan barang-barang yang kita miliki di halaman terbuka, atau di manapun, sehingga kitapun tidak akan nyaman menempati tempat kita tersebut. Demikan halnya barang barang tersebut pasti cepat rusak, lapuk dimakan hujan dan panas, sehingga kita tidak dapat menikmati hasil jerih payah kita tersebut.

Apalagi kita berkehendak membawa semua amliah kita untuk bekal nanti di Akhirat, maka lebih wajib bagi kita untuk ma’rifat kepada Allah Ta’ala, sebab itu akan digunakan kita untuk tempat amaliah kita nantinya.

Umpama ini tidaklah kita ketahui sejak dini, maka akankah kita mampu kembali ke asal kita nantinya?? Karena tatkala Sakaratul Maut datang, tak ada lagi tempat pertanyaan, dan Akliah kita hanya mampu merespon rasa sakit yang begitu dahsyat tatkala sakaratul maut datang.
  • Dalam Al-Quran Allah Ta’ala berfirman tentang saat-saat terakhir kehidupan ini, “Dan tidaklah tobat diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, ia mengatakan, `Sesungguhnya saya bertobat sekarang ….’.” (Qs an-Nisa’ [41: 18)
  • Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadits, “Taubat seorang hamba tidak akan diterima ketika ia telah mencapai ajal.”
  • Siti Aisyah Ra berkata, “Aku tak percaya bahwa rasa sakit saat ajal seseorang yang lain lebih ringan daripada rasa sakit saat kematian Rasulullah seperti yang ku-saksikan.” Rasulullah Saw berdoa, “Ya Allah Tuhanku, sesungguhnya Engkau mengambil nyawa dari ruas, sendi, tulang-belulang bahkan dari ujung jari. Ya Allah Tuhanku, mudahkanlah kematian itu untukku.” Beliau bersabda sesaat menjelang ajalnya, “Rasa sakit saat kematian datang ibarat ditetak dengan 300 mata pedang.”
  • Firman Allah SWT: “Oleh itu, bukankah ada baiknya mereka mengembara di muka bumi supaya – dengan melihat kesan-kesan yang tersebut – mereka menjadi orang-orang yang ada hati yang dengannya mereka dapat memahami, atau ada telinga yang dengannya mereka dapat mendengar? (Tetapi kalaulah mereka mengembara pun tidak juga berguna) kerana keadaan yang sebenarnya bukanlah mata kepala yang buta, tetapi yang buta itu ialah mata hati yang ada di dalam dada” (al-Hajj:46)
  • Allah berfirman: “Sesungguhnya telah Kami sediakan untuk penghuni neraka dari golongan jin dan manusia; mereka mempunyai hati, tetapi tidak menggunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah, mereka mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat, mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang ternak , bahkan lebih sesat lagi. Mereka adalah orang-orang yang alpa (tidak berzikir)” (Al-A’raf:17 ) “
  • Allah berfirman: “Sesiapa yang buta di dunia buta juga di akhirat”.(Surah Bani Israil, ayat 72).
Inilah yang menjadi masalah kepada hati manusia tatkala hatinya sudah menjadi buta. Tidak berfungsi sebagaimana sepatutnya. Demikian, umpama kita buta kepada Allah Ta’ala dan Rosulullah waktu di dunia, maka di akhirat pun ia tetap akan buta. Dan semasa di akhirat dengan keadaan buta, mampukah kita membawa amaliah kita yang begitu banyak?? Dan akan dibawa kemana semua amaliah kita tersebut ??.

Karena kita tidak mampu kembali kepada Allah tempat kembalinya kita semua, maka amaliah kita akan kita bawa-bawa kemanapun kita bawa, sehingga mungkin suatu saat kita tersesat ke alam-alam siluman, dan amaliah bawaan kita akan dijadikan kekayaan di alamnya, serta kita sendiri akan dijadikan budaknya.

Oleh sesab itu, selagi kita masih hidup di dunia mari kita ikhtiyar untuk bisa Ma’rifat kepada Allah Ta’ala, kita harus sedia payung sebelum hujan (Pribahasa), maksudnya adalah kita harus bisa bepergian ke hari kemudian, atau mati sebeum mati, sebab tanpa kita mati kita tak akan mampu tahu tentang alam akhirat, dan untuk tahu alam akhirat, maka kita harus bisa belajar mati sebelum kita mati.


ANTAL MAUTU – QOBLAL MAUTU
“Matilah kamu sebelum kamu Mati”

” Wahai manusia ! Sesungguhnya kamu harus berusaha dengan usaha yang sungguh-sungguh untuk bertemu dengan Tuhanmu, sampai kamu bertemu dengan-Nya “.( QS Al Insyiqoq 84 : 6 )

Dengan demikian, Alam Akhirat atau asal muasal kita adalah harus kita ketahui sejak sekarang sewaktu kita masih di alam dunia, agar nanti kita tidak tersesat jalan waktu kita di panggil pulang ke Khadirat-Nya.




Wahai yang tidak aku kenali 
Ku panjat gunung yang tinggi 
Sangkaku ENGKAU berada di puncaknya 
Namun tidak ku temui ENGKAU di sana 

Lalu aku terjun dari puncak gunung
 Jika Engkau ada
Pasti ENGKAU tidak membiarkan daku.

 Tangan Kudrat Iradat-MU menyambar ku
 Aku terbang dengan sayap Rahmani-MU
 Mengembara ke seluruh alam maya

 Namun tidak ku temui ENGKAU di dalam alam
 Hatiku mengatakan
 ENGKAU ada
 Lalu aku keluar daripada alam
 Dan aku terjun ke dalam hatiku
 Di sana aku temui kebodohanku
 Bodohnya aku
 menyangka akulah Aku
 Sedangkan DIA jualah Aku
 Dan aku tiada beserta DIA

 Bila aku tiada beserta DIA
 Tinggallah DIA sendirian
 Rindulah DIA kepada diriku
 Lalu Dia terjun ke dalam hatinya
 Di sana DIA berjumpa Aku 
Aku menyambutnya dengan tersenyum
 Aku dan DIA 
DIA dan Aku 
Bukan dua dan bukan Satu
 Satu masih berbentuk
 Masih berjarak titik atas dengan bawah
 Sedangkan Aku dan Dia tiada antara
 Bukan juga titik yang halus
 Titik yang halus masih menempati ruang
 sedangkan Aku dan Dia
 Tiada rupa
 tiada bentuk
 tiada ruang
 tiada zaman 

Aku adalah DIA
 DIA adalah Aku
 Tiada beda antara Aku dan DIA
 Bila aku cuba mengenali DIA
 Aku tidak kenal lagi diriku
 Aku tidak kenal lagi diri DIA
 Bila dia cuba mengenali diriku
 DIA tidak kenal lagi dirinya 
DIA tidak kenal lagi diriku 
Tiada lagi kenyataan 
Tiada juga keghaiban 
Pengenalan sebenar adalah tidak kenal 
Pengetahuan sebenar adalah tidak tahu 
Aku adalah rahsia DIA 
DIA adalah rahsia Aku 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar